Makalah Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebudayaan
Sabtu, 07 April 2012
0
komentar
A. LATAR BELAKANG
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus
dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan
merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi
informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses
globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan.
Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang
harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk
kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang
muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer
sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai
istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat
seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu
mengubah dunia secara mendasar. Globalisasi sering diperbincangkan oleh
banyak orang, mulai dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan. Dalam
kata globalisasi tersebut mengandung suatu pengetian akan hilangnya
satu situasi dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara
diseluruh dunia dapat bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan. Dan
dengan terbukanya satu negara terhadap negara lain, yang masuk bukan
hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan,
nilai budaya dan lain-lain. Konsep akan globalisasi menurut Robertson
(1992), mengacu pada penyempitan dunia secara insentif dan peningkatan
kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan
pemahaman kita akan koneksi tersebut.
Di sini penyempitan dunia dapat
dipahami dalam konteks institusi modernitas dan intensifikasi kesadaran
dunia dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya.
Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang.
Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia
atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil.
Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan
masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya. Pengertian
lain dari globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker (2004) adalah
bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan
politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia
dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global atas produk lokal
dan lokalisasi produk global Globalisasi adalah proses dimana berbagai
peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat
membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di
belahan dunia yang lain.(A.G. Mc.Grew, 1992). Proses perkembangan
globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi
dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari
kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam
kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan
lain-lain. Contoh sederhana dengan teknologi internet, parabola dan TV,
orang di belahan bumi manapun akan dapat mengakses berita dari belahan
dunia yang lain secara cepat. Hal ini akan terjadi interaksi
antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling
mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti
kebudayaan gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain.
Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan
sehari-hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam perkembangannya globalisasi
menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan,misalnya : –
hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara – terjadinya erosi
nilai-nilai budaya, – menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme –
hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong – kehilangan kepercayaan
diri – gaya hidup kebarat-baratan
C. RUMUSAN MASALAH
Adanya globalisasi menimbulkan berbagai
masalah terhadap eksistensi kebudayaan daerah, salah satunya adalah
terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati
diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya akulturasi
budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa.
D. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
yaitu : 1. Mengetahui pengaruh globalisasi terhadap eksistensi
kebudayaan daerah 2. Untuk meningkatkan kesadaran remaja untuk
menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sendiri karena kebudayaan merupakan
jati diri bangsa
BAB IIKERANGKA TEORITIK DAN RUMUSAN HIPOTESIS
A. BATASAN ISTILAH
Dalam pembuatan makalah ini menggunakan
istilah-istilah yang sudah dimengerti oleh masyarakat banyak, adapun
tujuan dari penggunaan istilah-istilah tersebut yaitu untuk memudahkan
pembaca dalam membaca makalah ini.
B. SUDUT PANDANG PENDEKATAN
Sudut pandang yang kami gunakan dalam
pembuatan mekalah ini yaitu sudut pandang secara sosiologis dan
psikologis yaitu pengaruh globalisasi pada masyarakat umum dan sikap
para pemuda dalam menyikapi pengaruh budaya asing.
C. KERANGKA BERPIKIR
Dalam pembuatan makalah ini kami
menggunakan pola paragraf dari umum ke khusus, dengan alasan agar
pembaca merasa bingung dalam membaca karena dalam membaca dimulai dari
hal-hal yang ringan dulu baru meningkat ke hal-hal yang lebih kompleks.
D. RUMUSAN HIPOTESIS
Adanya globalisasi yang memiliki dampak
positif maupun negative, maka perlu adanya tindak lanjut dalam menyikapi
globalisasi tersebut. Adapun tindakan-tindakan yang dapat dilakukan
yaitu : 1. Menambah porsi pengetahuan tentang kebudayaan bangsa di
sekolah-sekolah baik mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi 2.
Menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang
masuk tidak merugikan dan berdampak negative. 3. Mengadakan berbagai
pertunjukan kubudayaan 4. Membatasi acara-acara yang dapat memunculkan
rasa cinta terhadap budaya asing.
BAB IIIPEMBAHASAN
A. GLOBALISASI DAN BUDAYA
Gaung globalisasi, yang sudah mulai
terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk
bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh
luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang
terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan
dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat
ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai
hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang
mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan
(Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian
tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi berkaitan
dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat
dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya
apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh
apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah
satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang
merupakan subsistem dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek
kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan
nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu
bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh
globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat,
hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam
memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi
bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau
penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu
pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu
menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju.
Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir
akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti
politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Wacana
globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara
mendasar. Komunikasi dan transportasi internasional telah menghilangkan
batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung
mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga
melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya
mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan
berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap
bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru
sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran.
Tetapi, menurut Simon Kimoni, dalam proses ini, negara-negara harus
memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya
agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam rangka ini, berbagai
bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan
menambah pengalaman mereka. Terkait dengan seni dan budaya, Seorang
penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku
dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya
terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan
bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya
mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa
budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang dahulu dipaksakan
melalui imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas dengan
nama globalisasi.
B. GLOBALISASI DALAM KEBUDAYAAN TRADISIONAL DI INDONESIA
Proses saling mempengaruhi adalah gejala
yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan
berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok
masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah
mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah
merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu
kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa
berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya
dalam jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah
berusaha melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara
maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa generasi. Pada
hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena
adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi
dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi.
Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait
dengan masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang
terlekat di dalamnya masih tetap berarti.. Masyarakat Indonesia
merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti
anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya.
Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam
berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan
pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan
keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi
model-model pengetahuan dalam masyarakat.
C. PERUBAHAN BUDAYA DALAM GLOBALISASI ; KESENIAN YANG BERTAHAN DAN YANG TERSISIHKAN
Perubahan budaya yang terjadi di dalam
masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi
masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen
menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh satu dampak dari
adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia
secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah
menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap
bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia
sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus
dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna
globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita
bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju
seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di
tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap
melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia.
Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui
kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak
kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti
tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil
memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga.
Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh
terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita
merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga
kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang
semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif
tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih
menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan
parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang
bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang
demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional
Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan
dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi
kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu
berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan
datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses
industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi,
maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi
komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan
kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian
tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih
menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa
harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi
atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh,
sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi
masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati
berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan
kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang
Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini
tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat
disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian
tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan
merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut
saya. Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun
1980-an masih berjaya di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati
suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan contoh kecil dari mulai
terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena
demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan
juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di
Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional
mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada
beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami
perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan
mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu
dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional
“Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat.
Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki
penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk
siaran televisi, bukan ketoprak panggung. Dari segi bentuk pementasan
atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian tradisional yang telah
terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain ketoprak masih
ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan
teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang wayang kulit
terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap diminati
masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan
secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak
beberapa tahun lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup
sebagai bukti akan besarnya minat masyarakat terhadap salah satu
khasanah kebudayaan nasional kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap
mempertahankan eksistensi dari kesenian tradisonal seperti wayang kulit
dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali dan
pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang
diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.
D. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA
Arus globalisasi saat ini telah
menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia .
Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah
kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian
budaya. Perkembangan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi)
mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri
sendiri . Budaya Indonesia
yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan
budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara)
misalnya, duapuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak
yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik
batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan, remaja di
sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat
ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan
daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat
disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII). Padahal
kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain
dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk
pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan
yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain yang merupakan
pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik
dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di
Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu,
Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan
nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih
suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata
gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda
mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris
seperti OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan)
sekalipun yang sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV
dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya
hidup dan fashion . Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya
menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan
jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai
pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya
perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar
negeri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia .
Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet,
turut serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini
dan ketat telah menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu
keberhasilan penyebaran kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa
ilmu dan teknologi yang berkembang di Barat merupakan suatu yang
universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan ilmu dan teknologi)
diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah globalisasi telah merasuki
berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur (termasuk Indonesia )
sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai
ketimuran.
E. TINDAKAN YANG MENDORONG TIMBULNYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN DAN CARA MENGANTISIPASI ADANYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN
Peran kebijaksanaan pemerintah yang
lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan ekonomi daripada
cultural atau budaya dapat dikatakan merugikan suatu perkembangan
kebudayaan. Jennifer Lindsay (1995) dalam bukunya yang berjudul
‘Cultural Policy And The Performing Arts In South-East Asia’,
mengungkapkan kebijakan kultural di Asia Tenggara saat ini secara
efektif mengubah dan merusak seni-seni pertunjukan tradisional, baik
melalui campur tangan, penanganan yang berlebihan, kebijakan-kebijakan
tanpa arah, dan tidak ada perhatian yang diberikan pemerintah kepada
kebijakan kultural atau konteks kultural. Dalam pengamatan yang lebih
sempit dapat kita melihat tingkah laku aparat pemerintah dalam menangani
perkembangan kesenian rakyat, di mana banyaknya campur tangan dalam
menentukan objek dan berusaha merubah agar sesuai dengan tuntutan
pembangunan. Dalam kondisi seperti ini arti dari kesenian rakyat itu
sendiri menjadi hambar dan tidak ada rasa seninya lagi. Melihat
kecenderungan tersebut, aparat pemerintah telah menjadikan para seniman
dipandang sebagai objek pembangunan dan diminta untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan simbol-simbol pembangunan. Hal ini tentu saja
mengabaikan masalah pemeliharaan dan pengembangan kesenian secara murni,
dalam arti benar-benar didukung oleh nilai seni yang mendalam dan bukan
sekedar hanya dijadikan model saja dalam pembangunan. Dengan demikian,
kesenian rakyat semakin lama tidak dapat mempunyai ruang yang cukup
memadai untuk perkembangan secara alami atau natural, karena itu, secara
tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi sangat tergantung oleh
model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan rasional.
Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita lihat, misalnya kesenian
asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya sudah
diatur dan disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan
dan tujuan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Aparat pemerintah di
sini turut mengatur secara normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut
tidak lagi terlihat keasliannya dan cenderung dapat membosankan. Untuk
mengantisipasi hal-hal yang tidak dikehendaki terhadap keaslian dan
perkembangan yang murni bagi kesenian rakyat tersebut, maka pemerintah
perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai pelindung dan pengayom
kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut campur dalam proses
estetikanya. Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini membutuhkan
dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk menghindari
keterlibatan pemerintah dan bagi para seniman rakyat ini merupakan
sesuatu yang sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan
keaslian (oroginalitas) yang diinginkan para seniman rakyat tersebut.
Oleh karena itu pemerintah harus ‘melakoni’ dengan benar-benar
peranannya sebagai pengayom yang melindungi keaslian dan perkembangan
secara estetis kesenian rakyat tersebut tanpa harus merubah dan
menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan politik. Globalisasi informasi
dan budaya yang terjadi menjelang millenium baru seperti saat ini adalah
sesuatu yang tak dapat dielakkan. Kita harus beradaptasi dengannya
karena banyak manfaat yang bisa diperoleh. Harus diakui bahwa teknologi
komunikasi sebagai salah produk dari modernisasi bermanfaat besar bagi
terciptanya dialog dan demokratisasi budaya secara masal dan merata.
Globalisasi mempunyai dampak yang besar terhadap budaya. Kontak budaya
melalui media massa menyadarkan dan memberikan informasi tentang
keberadaan nilai-nilai budaya lain yang berbeda dari yang dimiliki dan
dikenal selama ini. Kontak budaya ini memberikan masukan yang penting
bagi perubahan-perubahan dan pengembangan-pengembangan nilai-nilai dan
persepsi dikalangan masyarakat yang terlibat dalam proses ini. Kesenian
bangsa Indonesia yang memiliki kekuatan etnis dari berbagai macam daerah
juga tidak dapat lepas dari pengaruh kontak budaya ini. Sehingga untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-perubahan
diperlukan pengembangan-pengembangan yang bersifat global namun tetap
bercirikan kekuatan lokal atau etnis. Globalisasi budaya yang begitu
pesat harus diantisipasi dengan memperkuat identitas kebudayaan
nasional. Berbagai kesenian tradisional yang sesungguhnya menjadi aset
kekayaan kebudayaan nasional jangan sampai hanya menjadi alat atau
slogan para pemegang kebijaksanaan, khususnya pemerintah, dalam rangka
keperluan turisme, politik dsb. Selama ini pembinaan dan pengembangan
kesenian tradisional yang dilakukan lembaga pemerintah masih sebatas
pada unsur formalitas belaka, tanpa menyentuh esensi kehidupan kesenian
yang bersangkutan. Akibatnya, kesenian tradisional tersebut bukannya
berkembang dan lestari, namun justru semakin dijauhi masyarakat. Dengan
demikian, tantangan yang dihadapi oleh kesenian rakyat cukup berat.
Karena pada era teknologi dan komunikasi yang sangat canggih dan modern
ini masyarakat dihadapkan kepada banyaknya alternatif sebagai pilihan,
baik dalam menentukan kualitas maupun selera. Hal ini sangat
memungkinkan keberadaan dan eksistensi kesenian rakyat dapat dipandang
dengan sebelah mata oleh masyarakat, jika dibandingkan dengan kesenian
modern yang merupakan imbas dari budaya pop. Untuk menghadapi hal-hal
tersebut di atas ada beberapa alternatif untuk mengatasinya, yaitu
meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi para seniman rakyat. Selain
itu, mengembalikan peran aparat pemerintah sebagai pengayom dan
pelindung, dan bukan sebaliknya justru menghancurkannya demi kekuasaan
dan pembangunan yang berorientasi pada dana-dana proyek atau dana-dana
untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja
BAB IVPENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengaruh globalisasi disatu sisi
ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif bagi kebudayaan bangsa
Indonesia . Norma-norma yang terkandung dalam kebudayaan bangsa
Indonesia perlahan-lahan mulai pudar. Gencarnya serbuan teknologi
disertai nilai-nilai interinsik yang diberlakukan di dalamnya, telah
menimbulkan isu mengenai globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan nilai
baru tentang kesatuan dunia. Radhakrishnan dalam bukunya Eastern
Religion and Western Though (1924) menyatakan “untuk pertama kalinya
dalam sejarah umat manusia, kesadaran akan kesatuan dunia telah
menghentakkan kita, entah suka atau tidak, Timur dan Barat telah menyatu
dan tidak pernah lagi terpisah?. Artinya adalah bahwa antara barat dan
timur tidak ada lagi perbedaan. Atau dengan kata lain kebudayaan kita
dilebur dengan kebudayaan asing. Apabila timur dan barat bersatu,
masihkah ada ciri khas kebudayaan kita? Ataukah kita larut dalam budaya
bangsa lain tanpa meninggalkan sedikitpun sistem nilai kita? Oleh karena
itu perlu dipertahanan aspek sosial budaya Indonesia sebagai identitas
bangsa. Caranya adalah dengan penyaringan budaya yang masuk ke Indonesia
dan pelestarian budaya bangsa. Bagi masyarakat yang mencoba
mengembangkan seni tradisional menjadi bagian dari kehidupan modern,
tentu akan terus berupaya memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih
berpolakan masa lalu untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi
masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu indah dan mahal. Kesenian
adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya dan tidak
dimiliki bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda,
yang merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya
kita demi masa depan anak cucu.
B. SARAN – SARAN
Dari hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu : 1. Pemerintah perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran budaya bangsa 2. Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing khususnya dan budaya bangsa pada umumnya 3. Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya 4. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative. 5. Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa kita.
DAFTAR PUSTAKADari hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu : 1. Pemerintah perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran budaya bangsa 2. Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing khususnya dan budaya bangsa pada umumnya 3. Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya 4. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative. 5. Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa kita.
1. Kuntowijoyo, Budaya Elite dan Budaya
Massa dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat
Komoditas Indonesia, Mizan 1997. 2. Sapardi Djoko Damono, Kebudayaan
Massa dalam Kebudayaan Indonesia: Sebuah Catatan Kecil dalam Ecstasy
Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan
1997. 3. Fuad Hassan. “Pokok-pokok Bahasan Mengenai Budaya Nusantara
Indonesia”. Dalam
http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm,
didownload 7/15/04. 4. Koenjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan
Pembangunan. Jakarta: Gramedia. 5. Adeney, Bernard T. 1995. Etika Sosial
Lintas Budaya. Yogyakarta: Kanisius. Al-Hadar Smith, “Syariah dan
Tradisi Syi’ah Ternate”, dalam http://alhuda.or.id/rub_budaya.htm ,
didown load 7/15/04. 6. http://www.google=pengaruh globalisasi terhadap
eksistensi kebudayaan daerah.com/
0 komentar:
Posting Komentar